This nice Blogger theme is compatible with various major web browsers. You can put a little personal info or a welcome message of your blog here. Go to "Edit HTML" tab to change this text.
RSS

Sabtu, 11 Oktober 2008

Guru Kencing Berdiri, Siswa Kencing Berlari

Edan, mungkin begitu kata yang pantas disematkan kepada pendidikan di negara ini. Wajar, di saat seorang pendidik dituntut untuk mampu menujukkan profesionalisme nya untuk mendidik anak bangsa ini, Justru ada diantara mereka yang justru merupakan benalu dan perusak citra.

Seperti yang tecatum dalam Undang-Undang tentang guru dan Dosen salah satu prinsip profesional yang harus dimiliki seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1 adalah: ”Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas”.Tugas disini pastilah mendidik dan mencerdaskan masyarakat Indonesia. Bukan sebaliknya.

Sejauh ini, tanggapan masyarakat akan imej guru bak bola salju yang terus bergerak dan membesar. Kenapa tidak, banyak oknum guru yang kemudian justru menampakkan sosok seakan dirinya bak bukan seorang guru.

Prinsip profesionalisme yang mengatakan bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugasnya dijadikan sebagi bahan ampuh untuk membentengi diri. Sebahagian menjadi beringas dan seringkali menggunaan kekerasan dalam menghadapi muridnya.

Bukan hanya itu, yang lebih memalukan lagi, ada diantara mereka yang justru melakukan tindakan asusila terhadap murid mereka. Akibatnya, hal ini semakin memperkeruh imej para guru. Meskipun yang melakukan adalah sebagian kecil, namun justru sebagian kecil inilah yang kemudian mencoreng nama guru.

Berikut, penulis lampirkan beberapa kejadian yang terkait dengan perlakuan guru terhadap murid-muridnya:

1. Seorang guru memperkosa murid SD nya (Riauinfo.com)
http://www.riauinfo.com/main/news.php?c=5&id=3029

2. Seorang guru menempeleng siswanya (Suaramerdeka.com)
http://www.suaramerdeka.com/harian/0412/11/slo21.htm

3. Gara-gara guru demo, murid tidak belajar (Gaulislam.com)
http://www.gaulislam.com/guru-demo-murid-melongo/

4. Guru tendang murid hingga patah tulang (Okezone.com)

http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/03/20/1/93400/guru-tendang-murid-hingga-patah-tulang

5. Guru memukul murid SMP (Detiknews.com)
http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/05/tgl/02/time/201201/idnews/775432/idkanal/10

6. Guru tampar murid SMU nya (Hariansib.com)
http://hariansib.com/2007/09/08/guru-tampar-murid-diadukan-ke-polres-asahan/

7. Guru tampar murid hingga lecet (Hinamagazine.com)
http://www.hinamagazine.com/index.php/2008/04/12/guru-tampar-murid-kelas-6-hingga-lecet/

Bukti diatas setidaknya dapat menujukkan bagaimana sebenarnya bentuk pendidikan itu. Kalo kita kembalikan pada pepatah yang mengatakan, “ Guru kencing berdiri, Siswa kencing berlari. Maka pertanyaan yang muncul adalah: Kalo gurunya saja sudah seprti itu, bagaimana dengan siswanya nanti?????????

Rabu, 08 Oktober 2008

Katanya, Polisi Pelayan Masyarakat

Satu hal yang sangat menarik perhatian ku adalah sosok polisi. Mereka yang seringkali berdiri disamping jalanan. Mengadakan sweeping lalu menilang karena alasan tidak mematuhi lalu lintas. Atau mereka yang menangkap para penjahat yang dianngap sebagai criminal yang berbahaya dan sepatutnya masuk kedalam penjara.

Hal yang sangat mendalam bagiku adalah slogan yang mengatakan bahwa polisi dalah pelayan masyarakat. Namun aku menganggapnya tak lebih dari sebuah slogan yang tidak sepenuhnya benar. Bukan rahasia lagi kalo untuk berurusan dengan polisi pastilah harus memakan uang. Baik itu kita sebgai orang yang bersalah maupun orang yang tidak bersalah.


Buktinya, disaat kita melakukan kesalahan, kita perlu mengeluarkan uang sebagai penebus akan kesalahan kita. Namun disisi lain, yang lebih mencengangkan lagi adalah disaat kita yang membutuhkan pertolongan. Saat sesesorang melaporkan tentang kehilangan yang dialaminya, maka kita diwajibkan membayar biaya sebesar Rp. 35.000,-. Biaya yang tidak lah murah. Apalagi jika kita kehilangan barang yang seharga sama dengan yang kita harus bayar.


Akibatnya, banyak masyarakat yang kemudian tidak lagi melaporkan kejadian yang menimpanya dikarenakan biaya yang dipatok oleh pihak kepolisian. Padahal seharusnya, tidak perlu ada biaya pelaporan, bukankah polisi sebagai pelayan masyarakat. Ditambah lagi polisi telah memiliki gaji yang pasti tiap bulannya. Jadi buat apa biaya pelaporan tersebut??? Entah masalah


Banyak hal ini menjadikan masyarakat kemudian sangat pobia dengan polisi. Tidak heran jika sering mendengar perkataan orang yang mengatakan; “Jangan sekali-kali berurusan dengan polisi, kecuali jika terpaksa”. Ataupun perkataan orang tua yang berkata kepada anak nya; “Janganlah kamu mencari pasangan hidup yang bekerja sebagai polisi”


Entah apa makna dari perkataan diatas. Namun yang pasti image polisi bagi masyarakat sudah sangatlah buruk. Setidaknya bagi sebagaian orang. Kita memang tidak bisa menjastifikasi bahwa kesemua polisi melakukan hal tersebut. Tapi lihat saja keadaan disekitar disaat polisi melakukan sweeping. Berapa banyak suara sumbang yang menyatakan kalo tujuan sweeping hanyalah untu mendapatkan uang. Toh kenyataa nya kita sering kali melihat tawar menawar biaya tilang antara polisi dengan masyarakat.


Jika memang polisi adalah pelayan masyarakat, kenapa masyarakat harus membayar biaya pengaduan kepada mereka yang seharusnya melayani mereka?? Kalo memang polisi berfungsi sebagai pelayan masyarakat, seharusnya mereka membantu masyarakat tampa pamrih. Bukan menyusahkan mereka dengan jalan mencari-cari alasan untuk dapat menilang mereka. Seharusnya masyarakat merasa aman didekat polisi. Bukan sebaliknya. Seharusnya, seharusnya…

Sabtu, 04 Oktober 2008

BLT Bukan Solusi

Kenaikan harga minyak dunia tak pelak menjadi pemicu masalah di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan kata lain, untuk kesekian kalinya Negara di bawah pemerintahan SBY-JK menaikkan harga bahan bakar minyak sekitar 20 % sebagai konsekwensi akan kenaikan harga minya dunia. Dan hal ini tentulah akan menjadikan masyarakat semakin bertambah terpuruk dalam lembah masalah.

Sudah bukan rahasia lagi jika harga minyak naik, maka harga-harga barak lainnya akan turut naik pula. Dan yang akan merasakan dampak terhebat dari kenaikan ini dalah masyarakt teptnya mereka yang hidup di bawah standar kemiskinan. Kalo sebelum harganaik saja mereka susah untuk untuk mendaptkan sesuap nasi, bagaimana jika harga naik???

Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka pemerintah lalu mengeluarkan kebijakan baru melalui sebuah program BLT atau Bantuan Langsung Tunai. Program ini berupa pemberian uang sebesar 100.000, rupiah bagi setiap keluarga yang terdaftar sebagi masyarakat miskin di negara ini dalam tiap bulannya. Sayangnya, program ini justru dirasakan sebagai bentuk keputu asan pemerintahan dalam menanggulangi kemiskinan.

Ingat dengan perkataan bijak yang mengatakan: “ Janganlah kamu memberikan ikan kepada mereka, tapi ajari mereka cara menangkap ikan. Karena hal itu akan lebih bermanfaat bagi mereka nantinya”

Apa yang dilakukan pemerintah jelas-jelas bertolak belakang dengan perkataan diatas. Memberikan uang kepada masyarakat bukanlah suatu hal yang membanggakan ataupun menolong, tetapi justru sebuah langkah kemunduran. Samapai kapan pemerintah akan mensuplai uang kepada masyaraktnya? Atau sampai kapan masyarakat selalu menuggu guyuran ung dari pemerintah.

Kenapa pemerintah justru tidak mengajarkan cara mendapatkan uanag kepada masyarakatnya? Bukankah hal ini lebih berguna bagi masyarakat? Setidaknya, pemerintah mampu membuka lapangan kerja bagi mereka yang selama ini hidup di bawah garis kemiskinan. Sekali lagi, bukan dengan memberikan uang.

Masalah yang lain, pembagian BLT diyakini tidak akan merata dan menjaangkau seluruh masyarakat miskin di Indonesia. Ditambah lagi, tidak ada pendifinisian yang jelas tentang masyarakat miskin. Apakah mereka yang tidak memiliki rumah atau mereka yang tidak memiliki pekerjaan, atau justru mereka yang makan hanya sekali dalam sehari yang disebut sebagai orang miskin.

Intinya, program BLT yang dilakukan pemerintah bukanlah suatu hal yang tepat. BLT sepertinya hanyalah sebuah program yang dilakukan pemerintah uuntuk mengambil hati masyarakat agar masyarakat tidak bereaksi keras atas kenaikan BBM. Denagan kata lain, pemerintah menjadikan masayarakt miskin sebagai tameng pembenaran akan kenaikan BBM.

Terlepas dari benar tidaknya, sebgai manusia kita memeiliki hak untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat. Diam bukanlah solusi, Karena dalam Diam kita Tertindas.